Peternakan Ayam Rakyat Terdesak Perusahaan Bermodal Besar
PikiranRakyat.com – CIAMIS – Usaha peternakan ayam rakyat di wilayah Priangan timur semakin terdesak dengan masuknya penanam modal berskala besar atau perusahaan yang menguasai sektor hulu sampai hilir peternakan. Pengusaha besar tersebut juga berebut pasar dengan produksi peternakan rakyat ayam.
“Dalam kurun beberapa tahun belakangan ini setidaknya sudah 30 persen usaha peternakan rakyat ayam yang tidak melanjutkan usahanya. Kondisi itu disebabkan karena mereka kalah bersaing pasar dengan pengusaha besar,” kata Koordinator Perhimpunan Perunggasan Priangan Timur, Komar Hermawan, Selasa, 21 Maret 2017.
Keberadaan perusahaan besar atau juga sering disebut dengan integrator, lanjutnya melakukan pemeliharaan dengan sistem close house atau kandang tertutup. Berbeda dengan peternakan rakyat ayam baik ayam pedaging, petelur maupun pejantan yang masih menerapkan pola konevnsional yakni kandang terbuka dan tradisional.
“Tidak mungkin peternakan rakyat menandingi close house, yang membutuhkan investasi sangat besar. Selain itu kemampuan produksi sistem tersebut dapat dua – tiga kali dibandingkan peternakan rakyat atau tradisional,” jelasnya.
Dengan kondisi tersebut, lanjut Komar, harga yang dipatok ayam produksi close house lebih murah dibandingkan ayam produk peternakan rakyat. Sementara itu pangsa pasar masih sama, yakni pasar becek.
“Semua berebut pangsa pasar becek . Mestinya ayam produksi integrator dijual di pasar modern atau ekspor. Solusi menyelamatkan peternakan tradisional, pemerintah mengeluarkan atauran atau regulasi, pembatasan pasar. ” katanya.
Harga ayam yang dihasikan dari peternakan milik perusahaan atau pengusaha besar, tambahnya, dapat lebih murah. Hal itu disebabkan karena selian memiliki produksi lebih banyak, membuat ransum sendiri, tersedia obat-obatan, serta memproduksi DOC atau bibit sendiri. Termasuk tenaga kerja yang dibutuhkan juga sedikit.
“Beda dengan peternakan rakyat ayam yang harus membeli ransum. Memang, sebagian di antaranya dengan sistem kerjasama atau maklun, antara inti dengan plasma, akan tetapi jika harus bersaing dengan pengusaha besar, akan tetap kalah,” jelas Komar.
Dia juga mengaku khawatir dengan nasib peternak tradisional atau peternakan rakyat ayam bakal terus tergusur. Padahal saat ini sedikitnya 15.000 peternak tradisional yang menggantungkan sumber kehidupannya dari sektor tersebut.
“Jumlah tersebut belum dihitung anggota keluarganya. Sekarang saja usaha peternakan rakyat ayam sudah hilang 30 persen, saya perkirakan peternakan tradisional hanya mampu bertahan dua – lima tahun kedepan,” katanya.***